Kamis, 25 Agustus 2011

Kumpulan Sajak Amir Hamzah "Setanggi Timur"

Kumpulan sajak/puisi Amir Hamzah ini berjudul Setanggi Timur yang dikarang pada tahun 1939. Kumpulan puisi ini merupakan terjemahan dari berbagai puisi dari dunia timur(Asia) seperti Arab, India, Cina, dsb.
 
Ajam
Nyanyian Omar Khayyam

Moga diberi Allah, sebuah tempat beristirahat
Semacam tidur memusnah segala lelah
Harapan, kalau lampau seketi tahun, bertunas
Dari tengah tanah, baru, laku, rumput muda.
Kulihat pembentuk-periuk dengan rodanya
Menghantam tanah dengan tumit dan kakinya
Berkeluh benda tiada kuasa : Kerjakan daku perlahan-lahan
Aku pun manusia, sebelum diri menjadi begini.
Kalau dari badan ini, terserah dalam genggaman mati,
Tiada tinggal lagi cahaya dan teduh,
Bentukkan zaktu 'kan piala anggur
Sebab sukmaku dalam harumnya menjelma pula.
Terus berjalan kafilah malam...................
Kinyam istirahat sebentar terluang pada senda!....
Jangan hiraukan, Penuang, esok-pagi langganan tuan
Unjukkan kami anggur: telah pucat muka purnama.
Sebagai topan memburu di gurun pasir
Demikianlah terbangnya hari hidupku-
Selama senda bernapas, dua tiada kukira:
Hari yang datang, dan hari yang pergi.
Ayam jantan kembali menjagakan daku. dengan mersik kokoknya
Seperti setiap hari, supaya tiadakan lupa
aku memandang dalam cermin pagi:
Lalu semalam lagi, sambil engkau belum mengetahui.
Mudaku berguru pada mereka berupa budiman
Berahi kuminum segala ilmunya
Kudapat putusan segala pengetahuan:
Tibanya laksana embun, terbangnya mengimbang angin.
Terbang ditayang kepak pikiran
Melayang ulama ke kota bintang
Bingung menyelidiki keadaan ini
Berpusing mereka dengan putaran-raya
Yang termaktub, tiada kuasa merubah dia.
Biarpun duka membelam dalam nustapa:
Walaupun mika menangiskan darah,
Tiadakan setitik melebihi yang sudah.
Berduyun penidur jaga di dataran dunia
Iringan tiada gerak di bawah atap hijau arona
Nyawa datang dan pergi; tenteranya
Menggelapkan lapang gelanggang awang
Tentang ini pun hatiku tiada bebas
Sentiasa rindu yang tiadakan puas
Cinta, minuman hati selama ada
Anggur memancar dari lukanya.
Jantera-langit ini mencari binasa senda dan mika
Diam dimasukinya sukma senda dan mika..........
Duduk, Kekasihku , di rumput hijau, sebelumnya
Rumput-muda menunas dari duli senda dan mika
Yang laksana purnama gelisah dalam rupa-
Yang bergilir menjelma dalam tumbuhan dan hewan-
Tiada kematian padanya serupa pikiran tuan:
Lahirnya, berganti diri, batinnya, senantiasa tetap.
Jalan sukma turut dengan bicara.
Diam, ajaran segala sepanjang kala
Walaupun tuan bertelinga, mulut dan mata.
Terlebih baik serupa tiada
Dari tambang mana permata datangnya?
Cap apakah terekam dalam manikam?
Percuma segala kata:Rahsia Cinta
Tertera dalam bahasa tiada tertanda
Pegang oleh tuan piala anggur, dan tarik
Dengan suara jernih laguan bulbul
Minum anggur harus diiringkan nyanyian nyaman:
Dengarkan pancaran di leher berlagu.
Budimankah tuan? - jika anggur hendak dirasa
Air budiman, haruslah dahulu gila semata.
Gilakah tuan? - Gila mika hampa belaka
Tiada anggur lahir-mengalir dari sembarang buah.
Sajak sekitab, anggur, roti segenggam
Secukup menyangga mati mengancam
Tuan dan senda dilingkungi sunyi
Melebihi hidup raja dunia.
Kupandang, Penuang, dalam pancaran mutiara menangis
Jangan lupa diberi aku, cahaya-cuaca batu yang cair
Berikan daku piala nikmat
Biar dipinjamkannya hidup cemerlang pada sukmaku.
Janji dan sumpah kami ubahkan
Adab dan biadab kami samakan-
Jangan salahkan pemabuk karena gilanya:
Ialah anggur asyik kami masuki
Haus menemukan bibirku dengan kendi bermulut sejuk..........
Siumankah rahsia-hayat dalam pangkuannya?....
Bisikan-lemah menjalar rangkum kucupan-basah:
Minum lama dan dalam: hanya sekali senda kemari.
Jaga, ya anak helat! fajar telah menyingsing
Isi piala cuaca dengan anggur muda usia
Carimu sepanjang hidup tiadakan bersua
Pinjaman fana, saat ini, dalam lemah dunia.
Pasu telungkup, bulatan setengah ini
Menundukkan dengan kuasa segala ulama
Tetapi, perhatikan piala dan kendi: bibir bersambut:
Darah mengalir dalam pelukan ciuman lama.
Cucurkan minuman-dewa, suci bersih, sebagai salam
Pada segala kepermainan menyamankan hidup
Anggur itu darah pohonnya. "Minum", dengarkan bisik
"Siapakah memberi lebih dari darah-hatinya?"
Kendi-piala tiada melepaskan kami yang berahi
Ajaranmu, ya munafik, uraikan pada yang lain
Tiadakah kaulihat kami gemarkan camar
Dan tiada apa pun kuasa, memisah kami dari bibir kekasih?
Dunia menghijau; bunga, terbuka
Serupa tangan Musa, menyalju jurai melengkung;
Napas Isa menjagakan rumput semua;
Terbuka mata mega diiringkan air-sedan.
Mawar berkata: ada teruna demikian murahnya?
Buta mataku karena tertawa.
Ria kubuka ali pundiku
Kayaku semua kuhamburkan di angin.
Lampau tahun-bersusun dalam harapan hampa:
Haram sehari hidupku bahaya-
Satu takutku, dalam hidup yang fana ini
Tiada tercapai lagi, yang telah lari.
Minum anggur, nikmat dikau disisi anggur.
Berkasih-kasihan, semoga ia berbunga bahagia.
Telah termaktub, sekali engkau akan tiada.
Rasakan sini kebalikan mati
Hari teduh dan juwita, hujan muda
Membasuh muka mawar semua
Bulbul merdu sedekala menyeru
Minum anggur, minum anggur! Pada mawar pucat arona.
Lama sedikit berjaga dekat anggur dan cinta
Sesudah ini, tidur abadi tiada serta kasih dan kawan.
Bunikan seperti emas petua-rahsia:
Di tegalan, ini, tiada lalah dua kali berbunga
Sebelum tuan disekap perampok di malam tinggi
Ringankan kendi, ambil isinya berwarna mawar
Sebenarnya, macam manikam tuan di tanam
Tetapi siapa pula membongkar senda , ya Gila
Jika ayam jantan berkokok, mereka yang berdiri
Dimuka persinggahan berseru: Bukakan pintu!
Tuan ketahui, berapa kejap kami berhenti,
Dan, bila bercerai, tiada mungkin bertemu lagi.
Bermimpi bila Tangan Kiri subuh terbentang di awang
Terdengarku suara dalam persinggahan berseru,
"Bangkit putraku rata, isikan Piala,
Sebelumnya kering Anggur Hidup dalam kendinya"
Dengarkan pula. Pada suatu malam, pada penghabisan
Bulan Ramadhan, sebelumnya bercahaya purnama ria
Terdiri aku seorang diri, dalam kedai Pembentuk Kendi
Kelilingku, baris-berbaris manusia tanah-
 

Hindi
Nyanyian Mira-Bai

Pada kala aku mengambil air dari sungai Yamuna,
Dipandang Krishna senda
dengan mataNya yang raya
Tertawa bertanya
Kendiku telungkup aku pun lalu
Penuh heran dan ragu.
Semenjak itu semayam Ia dalam kalbuku
Krishna berambut ikal.
Hentikan segala mantera
Jauhkan penawar semua
Lepaskan aku dari akar dan jamu!
Bawakan daku Krishna berambut hitam
Bawakan daku Krishna bermata-cuaca!
Alisnya busurnya-
Pandangnya panahnya
Dibidiknya-lepaskan-tepat!

Nyanyian Kabir 1
Hati, hatiku, Sukma segala Sukma,
Hati, hatiku, Guru segala Guru
Telah hampir
Bangkit, bangkit, hatiku, dan kucup
Kakinya
Kaki Guru maha-raya
Supaya detikan Cinta-mu
Memenuhi seluruh Kaki Gurumu.
Tuan tidur, dari abad ke abad,
Jagalah, hatiku, jag
Pada subuh-sentosa, jika embun menyejuk rumput.
Hendaklah tuan selalu bisu selaku batu
Hatiku, aduh hatiku?

Nyanyian Kabir 2
Ceritakan, undanku, kabaranmu kawi
Darimana datangmu? Kemama terbangmu?
Dimana engkau berhenti melipat sayapmu?
Pada siapa engkau nyanyikan laguan-malammu?
Kalau nanti pagi-pagi engkau terjaga undanku
Terbang,melayang tinggi dan ikut jalanku.
Ikutkan daku ke negeri sana, mana susah dan was-was
Tiada mungkin bernapas, dan maut,
Malaikat hitam, tiada lagi memberi negeri
Musim-cuaca lagi membunga di pucuk kayu
Harum panas ditebar angin sepoi:
Aku di dalamnya, ia di dalamku.
Kumbang hatiku menyelam dalam bunga
Dan tiada berhasrat lagi


Nyanyian Farid 1
Farid, jika manusia memukul senda
Jangan memukul pula
Cium kakinya
Lalu
Dan lupa...............
Keduanya...............
Yang Menjadikan terkandung
Dalam segala yang dijadikan
Dan yang dijadikan
Tersimpul dalam Yang Menjadikan.
Bagaimana engkau berani
Ya Farid, 
Menyumpah sesuatu yang buruk?
Tiada ada melainkan Ia 

Nyanyian Farid 2
Dara remaja
Tiada kenalnya akan jodohnya
Bila kami, ia telah gadis,
Menghiasinya naik pengantin
Dibawa Maut ia pergi.
Pangkuan bumi terongko sukmaku
Tidak, kita tiada bersua, ya Rabbi

Nyanyian Rav-Das
Jika Engkau kandil, ya Rabbi
Aku sumbu di dalamnya
Engkau arca kurnia
Akulah penziarahnya, ya Gusti.
Kasih mengikat aku dan Engkau, Tuhanku
Bebat lain telah kuputuskan.
Kemana aku pergi, selamanya aku hambaMu
Tiada lain Gusti melainkan Diri
Tiada maut menjerat siapa
Yang hanya
Memuji senda
Rav-Das menyanyi, Tuhannya dipuji.


Nyanyian Tuka-Ram
Diam keluar nyanyi pujangga dari lubuk yang dalam
Perlahan irama
Dibunyikan Krishna.
Jika dengan suara nyata berlagu
Nyanyi Solankhi
Menggeleterlah dari hati pujangga lagu mengawang.
Lemah aku dalam batinku,
Hanya perkakas
Kecapi aku, untuk irama-keramatnya.

Nyanyian R. Tagore 1
Menghimbau burung bebas: "Cahaya-mataku,
Nyanyikan daku laguan hutan"
Menjawab burung di sangkar: "Duduk tuan di sisiku, 
Biar kuajari bahasa-budiman."
Menjawab burung rimba: "Tidak! Tidak!
adakah lagu mungkin dipelajari?"
Berkata burung di sangkar: "Aduh!
Tiada kuketahui laguan rimba."
Kasih mereka bergelombangkan hasrat, tetapi tiada mungkin terbang beradu sayap.
Berpandangan mereka dari celah jerejak, percumalah kehendak akan berkenalan.
Menggelepar-gelepar mereka penuh gairah, sambil berlagu:"Mari rapat kekasihku!"
Menghimbau burung-bebas: "Percuma, takut aku kan pintu sangkar yang terkunci."
Berbisik burung di sangkar: "Wah, kepakku tiada berkuasa dan mati."         

Nyanyian R. Tagore 2
Tangan berpegangan tangan dan mata bertukar pandang; demikianlah mulanya cerita hati kita.
Purnama penuh di bulan Maart; harum henna memenuh udara, sulingku lupa terhantar di atas bumi dan karangan bunga tuan tiada sudah.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.
Selendang kumkuma tuan memabukkan mataku.
Karangan melur, yang tuan untaikan daku, menyinarkan hatiku laku dipuji.
Inilah main beri dan tahan, tunjuk dan buni, senyum sekilau, malu sedikit, dan beberapa rangkuman manis percuma.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.
Tiada rahsia lebih dari hari ini, tiada tujuan pada yang tiada mungkin, -tiada bayang dibelakang berahi, tiada uluran ke lubuk gelap.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.
Tiada kita sesat dari kata ramai ke sunyi abadi, tiada kita ulurkan tangan kita ke dalam ketiadaan, kepada benda jauh dari segala harapan.
Cukuplah bahwa kita memberi dan mendapat.
Tiada kita hancurkan kesukaan itu sepecur-pecurnya, untuk memeraskan anggur-duka dari dalamnya.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersaja seperti nyanyi.  


Tiongkok
Nyanyian Syiking
Wah!", kesahnya 'kau dengar ayam-jantan, ia memanggil?
Tidak jawabnya,
Tidak, malam kelam dan tinggi,
Bukan itu kokok ayam, kekasihku......."
"Pintaku, bangkit, singkapkan tabir
Di tepi, dan tanya olehmu kan langit sahabatku
Lompat ia:"Cilaka kita! Bintang pagi.
Pucat meningkat dari kaki langit ......"
Merah fajar - bisiknya takut,
'Sekarang musti engkau pergi!' Bagaimana aku menanggungnya?
Hi, Sebelumnya engkau pergi, balaskan setan itu,
Kejam ia menceraikan kita!
Ambil busurmu, tujukan panah ini
Ayam-jantan hatinya tepati!' 

Nyanyian Li Tai Po
Kalau sebenarnya hidup hanya mimpi
Mengapakah bersusah payah?
Minum aku, puas sepuas-puasnya
Sepanjang hari.
Bila aku tiada kuasa meminum lagi
Sebab penuh perut dan kerongkong
Kujatuhkan badanku di muka pintu
Lalu tidur maha cendera!
Apa kudengar di waktu jaga? Dengar,
Menyanyi burung di dahan kayu
Kutanya, sudahkah musim cuaca-
Kan daku serasa mimpi.
Kicau burung: ya, musim cuaca
Menghalaukan kelam,-
Kutarik napasku, hatiku duka
Burung menyanyi seraya tertawa.
Sekali lagi kuisi piala
Kuhabiskan ia setamas-tamasnya
Menyanyi aku, hingga purnama menyerak cahaya
Di bulatan kelam di atas sana.
Jika, tiada kuasa aku menyanyi
Kembali pula kutidurkan diri
Kuperdulikan apa musim cuaca!
Biarku mabuk, semabuk-mabuknya!   


 

2 komentar: